Selasa, 19 Juni 2012

Ta'rif, Takwin dan Tanfidz

Teruntuk kawan-kawan di Kaderisasi, Humas, dan BPH KAMMI UIN MALIKI Malang :

::: HUMAS :::

Tentang ta'rif, Hasan Al-Banna mengatakan, "Ta'rif terlaksana dengan menyampaikan dakwah kepada semua orang. Dalam peringkat ini siapa saja yang ingin turut serta dalam kegiatan jamaah dan mau berjanji untuk memelihara prinsip-prinsipnya, dapat berhubungan dengannya. Ketaatan penuh tidak harus dalam tahapan ini. Kadar ketaatan seiring dengan kadar penghormatannya kepada sistem dan prinsip umum jamaah. Ia hanya berkewajiban menghormati sistem dan prinsip-prinsip umum Jamaah.".

Tentang tahapan ini, ia mengatakan, "tahapan seruan,pengenalan,penyebaran fikrah,dan menyampaikannya kepada seluruh lapisan masyarakat".

::: KADERISASI :::

Tentang takwin, Hasan Al-Banna mengatakan, "takwin itu memilih unsur-unsur yang baik untuk mengemban beban jihad dan memadukannya antara yang satu dengan yang lain. Sistem dakwah di tahapan ini bersifat tasawuf murni dalam aspek ruhani; militer murni dalam aspek operasional; Semboyan tahapan ini ada dua hal : perintah dan taat, tanpa ragu dan berat hati. dalam tahapan ini, dakwah tidak dapat diikuti kecuali oleh mereka yang memiliki kesanggupan yang hakiki. Indikator kesanggupan yang hakiki adalah totalnya ketaatan".

"Tahapan takwin adalah menyeleksi pendukung, mempersiapkan pasukan, dan memobilisasi shaf"

Tentang Tanfidz, Hasan Al-Banna mengatakan, "Dakwah di era tanfidz adalah jihad yang tiada ragu dan perjuangan yang terus menerus untuk meraih cita-cita. kesabaran dan cobaan tidak mungkin ditanggung kecuali oleh mereka orang-orang yang jujur. Tidak mungkin meraih sukses di tahapan ini kecuali bersama totalitas ketaatan juga. Tahapan tanfidz adalah tahapan aksi dan produksi".

Oleh Muhammad Saifullah Rabbani

Minggu, 17 Juni 2012

Benturan Ideologi Santri dan Mahasiswa

Seorang santri di Indonesia adalah sosok yang tak bisa ditinggalkan begitu saja, ia adalah bagian dari sejarah Indonesia ini, mujahid nasional yang berani bertaruh jiwa dan raganya hanya untuk satu kemerdekaan indonesia. Semangatnya dalam berjuang menakuti semua penjajah yang pernah datang ke Indonesia, hingga Snouck Hurgronje belajar cara mengalahkan mereka.
Santri adalah bagian terunik yang pernah hidup di Indonesia, perjalanan hidupnya sangat lain dengan perjalanan hidup manusia-manusia indonesia yang belum pernah nyantri.Ketika berbicara masalah ukhuwwah, santrilah yang tau. Sebab, mereka sepenanggunan, tidur bersama, makan dalam kebersamaan, bahkan melakukan kejelekan pun juga dilakukan berlandaskan ukhuwwah. 

Itulah uniknya mereka. Namun, ada satu pemahaman yang mengakar (baca: ideologi) di kalangan santri, yaitu sendiko dawuh kyai atau apapun kata kyainya santri akan tetap mengikuti. Seperti jaman Nabi Muhammad saw, ketika beliau menyuruh salah seorang sahabatnya, jawab seorang sahabatnya adalah sami’na wa atho’na (kami dengar dan kami laksanakan).

Itu terjadi hingga RasuluLLAH wafat, setelah rasuluLLAH wafat, para sahabat yang ahli ilmu diberikan keluasan untuk menjadi seorang mujtahid. Artinya ada perintah yang langsung dilaksanakan dan ada perintah yang perintahnya itu masih global sehingga membutuhkan penafsiran yang banyak.
Fenomena sendiko dawuh kyai ini hingga sekarang masih berlaku. Dan ini tidak salah. Justru ini yang membuat santri itu patuh kepada kyainya. Dan karena kepatuhannya kepada kyai ini, terkadang tidak sedikit yang kemudian dia diangkat menjadi sekretaris pribadi, ajudan, atau bahkan mantu/besan dari kyai tersebut.
Itu tadi sekelumit kisah ideologi santri dengan sendiko dawuh kyainya. Sekarang bagaimana jika santri tersbut masuk ke dalam sebuah universitas. Yang memahami bahwa tidak ada kebenaran yang absolute, tidak ada kata sendiko dawuh kyai lagi. Pemikiran di universitas yang benar-benar liberal. Semua orang berhak atas pemikirannya sendiri, semua orang berhak menguji hipotesisnya atas problematika yang dilihatnya. Dosen dalam hal ini mungkin kyai, dia hanya menjadi perantara, bukan yang memberi ilmu. Ilmu-ilmu yang berserakan di universitas tidak hanya milik dosen, tapi juga mahasiswa. Artinya disini, kebebasan berpikir dan kemerdekaan berpikir dan kebebasan berkehendak menjadi sebuah budaya. Jika ketiga hal tersebut tidak ada di mahasiswa, maka itu bukan mahasiswa yang selalu ingin berkehendak merdeka tanpa intimidasi darimanapun.

Benturan ideologi inilah yang kemudian hingga sekarang masih ada sebagian santri yang menjadi mahasiswa. Mereka dibingungkan ternyata sendiko dawuh kyainya sudah tidak berlaku di universitas. Beruntung, jika santri yang telah menjadi mahasiswa tersebut bisa menyesuaikan diri, artinya setiap perkataan dosennya masih bisa dicerna dengan bagus, tidak ‘dimakan mentah-mentah’. Lantas bagaimana jika santri yang menjadi mahasiswa dan belum menyesuaikan dirinya? Bisa jadi dia hidup dalam tekanan kehidupan, apa yang dikatan dosen dengan kyianya tidak sesuai. Mana yang harus diambilnya? Jadi perkataan salah seorang ulama mesir ada benarnya : “Setiap orang boleh diambil atau ditolak kata-katanya, kecuali Al-Ma’shum(RasuluLLAH) saw.

Setiap yang datang dari kalangan salaf ra dan sesuai dengan Kitab serta Sunnah, maka harus kita terima. Jika tidak sesuai dengannya maka KitabuLLAH dan sunah Rasul-Nya lebih utama untuk diikuti.”
Seorang santri yang menjadi mahasiswa berarti harus siap untuk menjadi seorang mujtahid, walaupun levelnya tidak seperti 4 orang mujtahid fiqh (Imam Hambal, Imam Malik, Imam Syafii, Imam Hanafi). Tapi setidaknya ini memunculkan kebebasan berpikir seorang mahasiswa dan juga menyatukan pemahaman santrinya agar lebih memperdalam ilmu yang dimilikinya.

Oleh Muhammad Syaifullah Rabbani

Sabtu, 16 Juni 2012

Sistem Kastanisasi vs Sistem Persamaan

Awalnya saya tidak ingin menuliskan artikel ini, tapi karena desakan teman saya akhirnya saya mencoba kembali menguraikan makna diatas. Tapi sebenarnya pemikiran ini murni bukan pemikiran saya, ini murni pemikiran Drs.Agus Sunyoto,M.Pd(Sejarahwan) dalam dialog kebangsaan 'membaca Indonesia' yang diadakan oleh PMII Ibnu Aqil hari senin lalu.

Dalam dialog tersebut, ada yang menarik untuk dibahas lebih lanjut, yaitu perseteruan abadi antara Sistem Kastanisasi dan Sistem Persamaan. Menurut Agus Sunyoto, Indonesia ini sebenarnya dirusak oleh Sistem Persamaan. Sistem yang dibawa oleh Belanda ketika masuk yang menyamaratakan nasib manusia. Tentunya membuat kita berpikir, kenapa Sistem Persamaan justru membuat Indonesia ini terpuruk ?

Ketika Belanda datang untuk menjajah dan menghapus sistem kastanisasi yang memang produk Indonesia dan menggantinya dengan sistem persamaan. Dengan sistem persamaan, orang-orang jahat dan orang-orang baik akan bersaing dalam merebutkan kekuasaan. Dan akhirnya, bisa kita lihat sekarang, sistem persamaan yang dibawa Belanda akhirnya membawa pencuri-pencuri uang negara, membawa kekacauan sana-sini karena orang jahat statusnya disejajarkan dengan orang baik.
Orang yang punya sertifikat SD, entah itu orang baik atau orang jahat sekalipun bisa menjadi Presiden. Dan tentunya kita bisa lihat sekarang, saat ini kita memilih orang yang terbaik diantara yang paling buruk. Kita tidak bisa menafikkan diri kita sebagai pencetus reformasi untuk tidak memilih pemimpin. Karena itulah konsekuensi yang harus kita ambil ketika muncul reformasi ini.

Jangan salahkan orang-orang jahat jika mereka mencuri uang rakyat dengan besar, jangan salahkan orang-orang jahat jika mereka memporak-porandakan Indonesia, jangan salahkan orang-orang jahat jika membuat Indonesia kian terperosok moral dan akhlaknya. Inilah yang membuat Sistem Persamaan terlihat buruk, karena tidak ada pembedaan antara orang jahat dan orang baik. Dan ini juga menyebabkan munculnya persaingan yang tidak sehat. Orang jahat melakukan apapun untuk bisa menjadi pemimpin di Indonesia.

Proyek Hambalang dan kasus yang menimpa Partai Demokrat ketika pemilihan Presiden Partai Demokrat yang akhirnya dimenangkan oleh Anas Urbaningrum, itupun tidak jauh dari permainan orang-orang jahat yang siap mengalirkan dana negara untuk memenangkan Anas Urbaningrum. Money Politic yang dimainkan oleh orang-orang jahat cukup tersimpan rapi. Sampai akhirnya muncul kasus Proyek Hambalang, barulah kasus pemilihan presiden Partai Demokrat yang full money politic itu terlihat.

Lantas bagaimana dengan sistem kastanisasi sendiri? Awalnya saya kurang sepakat jika dikatakan bahwa sistem kastanisasi ini adalah produk asli Indonesia, karena dalam hindu pernah ada. Tapi mungkin, agama yang pertama muncul di Indonesia adalah hindu. Jika kita melihat sistem persamaan dari material, baik itu berupa uang atau harta yang lainnya maka saya akan mencoba melihatnya dari material.

Tentu kita paham dengan sistem kasta yang pernah diajarkan sewaktu SD, ada Brahmana, Ksatria, Waisya, Sudra, Candala dan Tucak. Kasta tertinggi tetap berada pada Brahmana, tugas negara adalah untuk melindungi kaum-kaum Brahmana. Kita mengenal Brahmana adalah orang-orang yang suka bertapa, suka puasa, suka berbuat baik. Stabilitas negara akan muncul jika salah satu ada orang-orang yang seperti Brahmana ini.

Kasta selanjutnya adalah ksatria, yang dihuni oleh orang-orang pembela kebaikan seperti KPK, LSM-LSM yang terus memantau kebijakan-kebijakan negara. Waisya adalah golongan pedagang, pebisnis, enterpreuner yang ada di Indonesia ini. Sudra adalah golongan rentenir, lintah darat. Candala adalah golongan manusia-manusi jagal, algojo. Dan yang paling rendah adalah Tucak, golongan yang gila dunia dan mereka ini berada dalam kasta terbawah dari sistem ini.

Selanjutnya apa yang menarik dari sistem kastanisasi ini? Jadi sebenarnya cukup jelas dengan kemenarikan sistem ini. Pengelola negara dan pelaksana negara adalah orang-orang dari brahmana dan ksatria yang mereka itu suci dari kesalahan. Jika mereka melakukan kesalahan, maka mereka kembali bertapa(bertaubat). Dan orang-orang yang jahat dan pencuri uang rakyat akan berada dalam kasta tucak. Sehingga kita mampu memberi label Tucak jika ada orang jahat yang ingin mengelola negara ini. Para koruptor yang merugikan negara ini seharusnya dilabeli dengan nama Tucak, dan masyarakat akan mengindahkan atau tidak memilih mereka kembali.

Kritik Terhadap Sistem Kastanisasi

Sistem Kastanisasi yang memberi label secara tidak langsung kepada kaum Tucak sebenarnya akan membuat mereka menjadi jera. Tapi kemudian, secara psikologis mereka akan dianggap sebagai sampah masyarakat. Dan jika telah dilabeli secara tidak langsung, maka optimisme untuk bertaubat sangat kecil. Dan ini bisa kita contohkan dengan WTS atau Pelacur, wanita-wanita yang sudah mendapatkan label tersebut justru merasa tertekan. Karena mereka menjadi WTS atau Pelacur bisa karena faktor ekonomi atau mungkin ada yang dijebak.

Inilah yang membuat bahaya bagi kita semua selaku kader dakwah. Orang-orang yang seperti itu seharusnya mendapatkan sentuhan-sentuhan rohani, bukan kemudian dilabeli dengan keburukan-keburukan yang telah mereka lakukan. Ini cukup menyulitkan mereka jika mereka sudah benar-benar taubat.

Jumat, 15 Juni 2012

Membaca Romantisme Gerakan

Apa yang ada dibenak kita ketika mendengar kata "ROMANTISME"? kesenangankah? kegalauankah? berbunga-bungakah hati kita begitu mendengar kata "ROMANTIS"? Atau justru seperti kisah Abu Thalhah bersama Istrinya ketika anaknya meninggal? Istri Abu Thalhah berkata : "Wahai suamiku, jika kita dititipi oleh seseorang sebuah barang, dan pemilik itu menitipkan kepada kita barang tersebut dengan sangat lama sehingga barang tersebut sudah seperti barang kita, kita jaga bersama,kita rawat bersama. Namun suatu ketika pemilik barang tersebut kembali dan meminta barang tersebut. Bagaimana perasaanmu wahai Abu Thalhah?" Lalu Abu Thalhah menjawab : "Jika itu milik dia, ya harus kita kembalikan, dan mau bagaimana lagi itu bukan hak kita." Kemudian Istrinya meneruskan : "Tadi sore, anak kita telah diambil oleh Allah ketika engkau dalam perjalanan pulang dari jihad".

Atau kemudian kisah Hasan Al-Banna yang ketika itu ia harus meninggalkan anaknya yang sakit demi mengisi pengajian di lain kota. Istri Hasan Al-Banna : "Wahai abi, akankah engkau akan berangkat mengisi pengajian sedangkan anakmu sakit?". "Wahai umi, di rumahkan masih ada kakek yang siap jika anak kita ada apa-apa". Hasan Al-Banna kemudian tetap berangkat dan mengisi pengajian tersebut. Pastinya hati seorang ayah tentu akan iba jika anaknya sakit, namun kemudian ia harus mengorbankan anaknya dan mengisi pengajian tersebut.
Atau kemudian kisah dari Juru Bicara Hamas yang berkesempatan datang ke Indonesia, padahal juru bicara tersebut telah kehilangan anak dan istrinya ketika sedang berada di bandara menuju Indonesia. Ketika akan tampil untuk memberikan taujih justru tidak diliputi kesedihan, ia terlihat dari cara berpakaian yang sangat perlente(high class), kemudian iseng-iseng saya bertanya kepada Syaikh Juru Bicara Hamas tersebut : "ya Syaikh, antum baru saja kehilangan seorang istri dan anak, tapi kenapa dari rautmu tidak ada sedikitpun kesedihan?" Lantas apa jawab Syaikh dari Hamas tersebut : "Kenapa harus bersedih? Apakah kesedihan akan mengembalikan anak dan istri saya kembali di sisiku?" SubhanaLLAH....(cuplikan taujih dari Ust.Rofi' Munawwar, Lc ketika MABIT AKBAR KADER DAKWAH Se-Malang Raya)

Jadi, sebenarnya ROMANTISME itu tidak hanya kesenangan,kegalauan, atau berbunga-bunga hati. Arti Romantisme jauh lebih global daripada yang kita pahami. Romantisme adalah kesedihan,kebimbangan, kesenangan, kegelisahan. Tergantung bagaimana kita mengartikan romantisme tersebut sesuai dengan konteks yang ada.
Ketika saya membaca artikel mengenai romantisme gerakan mahasiswa, saya masih belum memahami apa arti dari judul romantisme gerakan mahasiswa. Setelah saya mendengarkan taujih ust.Rofi' Munawwar ternyata makna romantisme itu jauh lebih besar dari yang saya pahami.
Kawan-kawan KAMMI UIN MALIKI Malang yang saya cintai, mungkin diantara kita ada yang baru mencicipi manis,asam,pahitnya bergabung di dalam barisan organisasi dakwah mahasiswa ini. Mungkin juga ada yang sudah makan asam garam di dalamnya. Dan tentunya kita semua mengalami yang namanya romantisme gerakan yang mempengaruhi emosi kita. Disaat kita senang, disaat kita saling emosi bahkan saling serang argumen dalam syuro, itulah justru keindahannnya. Disitulah letak romantisme sebuah gerakan.
Ketika kita bersama-sama mengadakan sebuah seminar, kita merasakan betapa beratnya dakwah kita ini sesungguhnya harus pontang-panting cari dana. Kesana kemari menghubungi pemateri agar bisa tenang. Disitulah letak romantisme sebuah gerakan.
Atau ketika kita mengagendakan sebuah acara, semuanya sudah fix, pemateri,susunan acara,panitia pun sudah 'Qum 'dari tidurnya. Tiba-tiba kemudian acara dicancel ternyata ada kesalahan teknis yang justru sangat kecil untuk kita pikirkan. Terpaksa kita hubungi lagi pemateri dan mengatakan : "Afwan pak, acaranya ditunda karena ada bla...bla..bla...". Itu juga sebuah romantisme gerakan ini. Kita sadar bersama tentunya.
Namun yang menjadi penting dari semuanya itu adalah bagaimana kita membaca romantisme gerakan tersebut? Kita sadar dan paham betul, KAMMI UIN MALIKI Malang punya kader yang tidak sedikit, sehingga setiap person mempunyai pembacaan sendiri terkait romantisme tersebut. Ada yang mengatakan bahwa KAMMI UIN MALIKI Malang ini ternyata mengecewakan ya. Atau kemudian ada yang mengatakan, ternyata KAMMI tuh ga profesional blas ya. Begitulah kader-kader yang kita punya, pembacaan mereka terkait romantisme gerakan ada yang belum dewasa, ada yang paham tapi terkadang penyikapannya belum dewasa, ada yang tidak paham tapi penyikapannya dewasa, atau ada kader yang paham dan dewasa dalam menyikapi romantisme gerakan tersebut.
Hal yang paling dasar dalam membaca romantisme gerakan yang perlu dipahami adalah bahwa gerakan KAMMI ini bukanlah gerakan atau kumpulan malaikat, sehingga kesalahan-kesalahan adalah sebuah hal yang wajar, tapi bukan untuk pemaafan sebuah kesalahan. Idealis kita tetap diatas rata-rata, namun realitas tetaplah realitas. Kedua, hal yang paling dasar selanjutnya adalah ketegaran, suatu saat nanti mungkin kita akan mengalami malu yang sangat besar. Entah itu kita sudah menghubungi pemateri, eh ternyata acara tersebut harus di-cancel. Kalau kita menyikapi romantisme gerakan ini tanpa sebuah ketegaran, maka sungguh kader-kader akan kecewa dan tentu meninggalkan KAMMI.
Kawan-kawan KAMMI UIN MALIKI yang saya cintai, dengan bergabungnya antum di barisan dakwah ini, itu tidak akan mempengaruhi kemenangan dakwah kita di UIN, selama ALLAH belum menakdirkan dakwah di UIN itu menang, atau dengan keluarnya antum dari barisan dakwah ini, itu juga tidak akan mempengaruhi kekalahan dakwah kita di UIN, sekali lagi, SELAMA ALLAH BELUM MENAKDIRKAN DAKWAH DI UIN ITU KALAH, KAMMI dengan antum atau tidak dengan antum akan senantiasa terus berjuang demi KEMENANGAN DAKWAH di UIN. Saat ini kita masih dalam proses perjuangan, tidak ada istirahat selama dakwah di UIN ini belum menang.
Dan terakhir, semuanya harus kembali kepada ALLAH....

Untuk kawan-kawan KAMMI UIN MALIKI '09, romantisme gerakan akan terus bersama kita, tentu kita akan salaing bergesekan diantara satu sama yang lainnya. Tapi yakinlah, justru itu akan meneguhkan dakwah kita di UIN ini. Semoga ALLAH merahmati kita semua, memberkahi setiap agenda-agenda dakwah. Untuk jundi-jundi KAMMI UIN MALIKI Malang, tetaplah berjuang sampai ALLAH menilai antum sebagai pejuangNya, tetaplah berbuat kebaikan sampai ALLAH menilai antum sebagai KHALIFATU FIL ARDH yang sesungguhnya....

Salam Ketua Umum -Saifullah Robbani-